Senin, 07 November 2011

The Red Shoes


 
 RED SHOES
Mungkin banyak orang nggak mengetahui sebuah fairy tale berjudul The Red Shoes karya Hans Christian Andersen. Ceritanya sendiri tentang seorang gadis bernama Karen yang diadopsi oleh keluarga petani setelah kematian ibunya. Dia mempunyai sepasang sepatu berwarna merah yang selalu dia pakai. Dia merasa terlihat cantik dengan memakai sepatu dan mengubah sikapnya seperti ketika ibu angkatnya sakit, dia bukannya merawat melainkan menghadiri sebuah pesta serta memamerkan sepatunya. Ternyata sepatu merah itu dalah kutukan yang membuat Karen tidak bisa berhenti menari. Siang malam, berganti musim dia tidak bisa mengontol dirinya untuk menari bahkan untuk menghadiri pemakaman ibu angkatnya. Karen pun menyuruh seorang algojo untuk memotong kedua kakinya dan ternyata sepatu itu tetap menari dengan kaki Karen yang dipotong. Terdengar sangat mengerikan kisah sepatu merah dari Hans Christian Andersen ini.
Kisah tentang “sepatu merah” ini telah diadaptasi beberap kali dan salah satunya adalah sebuah film horror dari korea berjudul sama The Red Shoes yang ceritanya terinspirasi dari kisah Andersen ini. Kim Yong Gyun yang duduk sebagai sutradara tidak seratus persen mencontek kisah Andersen melainkan mengubahnya sedikit jalan cerita tapi tetap fokus terhadap “sepatu merah”. Nah bedanya, jika kisah Andersen membuat Karen tidak berhenti untuk menari sedangkan Kim Yong Gyun membuatnya menjadi “sepatu merah” dimana jika orang (terutama wanita) melihat sepatu ini merasa ingin memiliki sepatu ini apapun resikonya. Nah gw kemaren baru saja nonton film ini dan seperti apa ceritanya akan gw bahas setelah gw kasih tahu sedikit jalan ceritanya.
Sun Jae yang akhirnya mengetahui alasan kenapa suaminya berubah kelakuannya terhadap dia dan keluarganya akhirnya memutuskan untuk pindah bersama anak perempuannya Tae-Su ke sebuah apartemen tua. Suau hari, ketika Sun-Jae kembali ke rumah, si karakter utama ini nemuin sebuah sepatu berwarna pink (ingat Pink bukan Merah..catat) di stasiun kereta api. Si Tae-Su yang emang suka ngoleksi sepatu tentu saja nggak nyia-nyiain sepatu cantik seperti itu tergeletak begitu saja. Nah, saat si Sun-jae memakai sepatu pink itu,  dia merasa dirinya adalah orang paling cantik dan berpikir siapapun nggak boleh nyentuh nih sepatu bahkan anaknya sendiri pun nggak boleh nyentuh sepatu pink ini (ingat pink bukan merah).
Cerita pun berjalan dan Sun Jae mengetahui ada yang aneh dengan sepatu Pink ini. Ternyata orang yang merebut sepatu ini dari orang yang sudah memakainya akan mendapatkan sebuah kejadian mengerikan yaitu kematian tragis dengan kaki yang terpotong. Hal ini diketahui setelah sahabatnya Kim-Mii He ditemukan tewas sesaat setelah merebut sepatu Pink ini dari Tae-Su. Sun-Jae juga mendapatkan sebuah mimpi kalau anaknya juga akan mendapatkan kejadian yang sama dengan Kim-Mii Hee. Bersama  In-Cheol, seorang designer interior, Sun Jae pun mencari ada apa dengan Sepatu Pink terkutuk ini sebelum dirinya dan anaknya bernasib sama dengan Kim-Mii He, terbunuh dengan kaki terpenggal.
The Red Shoes sudah memikat gw dari awal film. Adegan awal yang berlatarbelakang sebuah stasiun kereta api sepi dimana seorang siswi sendirian menunggu temannya menemukan sebuah sepatu berwarna pink yang belanjut dengan perebutan sepatu pink yang mengakibatkan kematian temannya dengan kaki terpenggal. Sangat bloody dan gore yang langsung menanamkan sebuah pernyataan di otak gw kalau film ini akan menjadi sebuah film horror yang bagus.
Kim Yong Gyun cukup apik menyajikan sebuah horror bagus buat gw. Dengan nuansa yang rada suram di beberapa scene, dengan iringan lagu-lagu orchestra menambah kengerian suasana The Red Shoes. Cinematografi di filmnya memang banyak yang membosankan tapi untuk shoot sepatu merahnya itu gw suka. Shoot sepatu merah itu membuat sepatu merah terlihat megah dan terlihat memang sepatu itu layak diburu oleh siapa aja sekaligus menajamkan unsure creepy dalam sepatu itu.
Plotnya tidak teralalu bikin otak ini mengkerut buat mikir tidak seperti 29th Februari atau A Tale of Two Sister. Kilas balik mengenai sepatu merah itu atau momen-momen surealis dalam film ini yang biasanya dibuat membingungkan dalam film-film horror Korea, di film ini masih bisa dimengerti dan enak buat diikuti. Cuma sayangnya ada beberapa adegan yang menurut gw terlalu panjangnya dan sedikit buat gw berpikir “mana nih hantunya, kok lama amat” . Adegan drama percintaan antara Sun jae dengan Design Interior itu menurut gw sedikit nggak perlu. Heh, gw nggak butuh drama percintaan yang berbelit dalam film horror, yang gw Cuma butuhin itu hantu-hantu yang bikin gw menjerit lantang dan ketakutan setengah mati.  Yah, meski begitu ceritanya nggak bikin gw boring.
Untuk urusan acting pemainnya, gw justru nggak begitu sreg sama Hye-su Kim sebagai Sun-Jae. Emang sih si Hye-su Kim mampu menampilkan sosok ibu yang stress, depresif dan seketika beruba menjadi sosok wanita yang sombong, agak menyeramkan setelah memakai sepatu pink itu. Gw justru tertarik sama si kecil imut Yeon-ah Park sebagai anakanya Sun-Jae, Tae su ini. Begitu lucu sebelum memakai sepatu itu dan berubah menjadi sosok perempuan pra remaja yang menyeramkan. Gue suka terutama waktu adegan pergulatan antara dia dengan ibunya saat merebut sepatu itu. Total dah..hehehe
Dengan suasana, backsound mengerikan, dan kematian yang dibuat menarik oleh Kim Yong Gyun, The Red Shoes bagi gw adalah satu dari beberapa film horror Korea yang gw suka (tapi masih dipegang kuat sama A Tale of Two Sister). Cuma gw agak bingung sama warna sepatu dengan judulnya. DI judul The Red Shoes tapi sepatunya berwarna Pink, gw malah kepikiran kalau  sang sutradara nggak bisa bahasa inggris atau dia emang buta warna. Tapi setelah ditelaah, The Red Shoes itu menggambarkan sepatu yang terkutuk, banyak darah akan menodai sepatu itu saking terkutuknya. Tapi intinya, buat yang suka sama film-film horror Asia, The Red Shoes emang wajib ditonton…

hanako doll (hantu toilet)

ini dia salah satu ghost story paling terkenal di jepang
hanako, si hantu toilet. konon hantu yang berwujud anak cewek ini sudah pernah muncul di toilet seluruh sekolah jepang (busyet, semua wc ditongkrongin). ada banyak versi tentang si hanako ini.

konon jika ada berucap "hanako, ayo main" di toilet sekolah sampai beberapa kali sewaktu toilet kosong, hanako akan muncul sambil ngintip di balik pintu dan ngejawab "ayo main". kalau kamu mau nyoba silahkan, tapi kalau sampai dijawab mending cepetan kabur, kalau nggak dia bakal ngajak kamu main di "alam lain"

ga jelas asal-usul siapa hanako dan darimana legendanya berasal. konon dia anak kecil yang kekurung ga bisa keluar dari toilet sekolah waktu ada kebakaran, trus dia tewas di toilet itu. aku sih ga mau tahu, soal asal-usulnya.

Kuchisake onna (Hantu Bermulut Robek)

Kuchisake-onna   atau  wanita bermulut robek adalah sejenis siluman dalam mitologi dan legenda urban Jepang. Ia berwujud seorang wanita yang menutup mulutnya yang robek dengan kipas, syal atau masker operasi (versi yang paling populer). Ia sering muncul di jalan-jalan yang sepi dan bertanya pada orang yang ditemui apakah dirinya cantik. Bila orang itu menjawab tidak atau ketakutan melihat wujud seramnya ia akan membunuh orang itu.


Dalam legenda, Kuchisake-onna tadinya adalah seorang wanita muda yang hidup pada Zaman Heian. Kemungkinan ia adalah seorang istri atau selir samurai. Ia dikaruniai wajah yang sangat cantik namun sombong, ia juga sering berselingkuh di belakang suaminya. Suaminya merasa sangat cemburu dan dikhianati menyerangnya dan membelah mulutnya dari kuping ke kuping. “Sekarang siapa yang akan berkata kau cantik?” ejek suaminya.
Sementara dalam versi legenda urban, Kuchisake-onna adalah seorang wanita korban operasi wajah yang gagal. Konon katanya, dokter yang mengoperasi wajahnya memakai pomade (jenis minyak rambut) dengan bau yang menusuk. Ketika sedang dioperasi ia tidak bisa tenang karena bau itu sehingga si dokter secara tidak sengaja memotong mulutnya hingga robek. Wanita itu menjadi histeris dan marah lalu membunuh dokter itu. Belakangan ia dibunuh oleh para penduduk kota dan menjadi hantu penasaran. Ada beberapa versi lain mengenai asal-usulnya namun kurang populer, misalnya:
  • Korban kecelakaan lalu-lintas yang wajahnya rusak.
  • Seorang wanita yang mengalami gangguan kejiwaan sehingga merobek mulutnya dengan benda tajam.
  • Seorang wanita korban pemerkosaan yang mulutnya dirobek oleh si pemerkosanya atau ia sendiri yang melakukannya setelah menjadi gila karena perkosaan itu.
  • Seorang wanita yang leluhurnya memperoleh uang haram dengan menyembah siluman anjing sehingga anak cucunya dikutuk bermulut robek dan bila mati akan menjadi siluman.
Kuchisake-onna menutupi mulutnya yang robek dengan masker operasi dan sering bergentayangan di kota pada waktu malam, terutama ketika sedang berkabut. Bila bertemu seseorang (terutama anak-anak atau mahasiswa) di jalan yang sepi, ia akan bertanya, “Apakah saya cantik?” (Watashi kirei?) .Bila orang itu menjawab “ya”, ia akan membuka maskernya dan bertanya lagi, “Bahkan bila seperti ini?” Pada saat itu, bila si korban yang biasanya terkejut dan takut menjawab tidak, ia akan membunuhnya dengan gunting, golok, sabit, atau senjata tajam lainnya. Bila si korban tetap menjawab ya setelah melihat wajahnya di balik masker, ia akan gembira dan membebaskannya, namun ada juga yang mengatakan walaupun korban melakukan itu, Kuchisake-onna mengikutinya sampai ke rumah baru akan membunuhnya di depan pintu rumah si korban. Bila korbannya wanita, Kuchisake-onna akan merobek mulutnya hingga serupa dengannya, bila korbannya anak-anak, ia akan memakannya.

Legenda urban yang populer pada tahun 70’an mengatakan bahwa korban akan selamat bila ia menjawab “biasa saja”. Sementara versi tahun 2000an mengatakan bahwa korban akan selamat bila menjawab, “begitulah” sehingga Kuchisake-onna bingung dan berpikir dulu apa yang akan ia lakukan, saat sedang bingung itulah korban mempunyai kesempatan untuk kabur. Cara lain untuk lolos dari Kuchisake-onna adalah dengan menawarkannya permen keras berwarna kuning tua karena ia menyukainya namun tidak bisa menikmatinya sehingga mengingatkannya lagi pada penderitaannya. Selain itu bisa juga dengan mengucapkan “pomade” sebanyak tiga kali, ada yang menyebutkan enam kali. Ucapan itu akan membuatnya takut dan kabur karena mengingatkannya kembali pada ahli bedah yang merusak wajahnya. Korban juga bisa memakai pomade untuk mencegahnya mengikutinya.

De Javu (Pikiran Aneh Manusia)

Tidak suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan di dirimu, kecuali sudah ada dalam kitab sebelum Kami menjadikannya. (Q.S Alhadid 57 : 22)

Ketika Anda diperkenalkan dengan seseorang, pernahkah terbersit dalam hati, “Rasanya saya pernah bertemu orang ini. Dimana,ya?” Padahal, Anda belum pernah bertemu sebelumnya. Itu disebut gejala déjà vu. Déjà Vu adalah istilah bahasa Prancis yang berarti: ”pernah melihat sebelumnya”. Déjà Vu adalah suatu perasaan aneh ketika seseorang merasa pernah berada di suatu tempat sebelumnya, padahal belum. Atau, merasa pernah mengalami suatu peristiwa yang sama persis, padahal tidak. Konon, orang yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual yang tinggi.
Para skeptis menganggap itu hanya sensasi. Namun, banyak juga ahli yang percaya bahwa hal itu memang nyata. Para penganut reinkarnasi yakin bahwa peristiwa yang dirasakan berlangsung pada kehidupan silam. Bagaimana bagi orang islam? Surat Al-Hadid ayat 22 di atas memberi sekilas isyarat. Bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab. Tengoklah juga Surat Ash-Shaaffaat (37) ayat 96, ”Wallahu kholaqokum wama ta’malun.” Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
Semua peristiwa di bumi dan semua perbuatan kita memang sudah ada sejak awal. Lalu akan terjadi satu per satu secara berurutan. Dan pada waktunya, akan terekam dalam saraf penyimpan di otak. Mungkin suatu ketika terjadi short-circuit, korslet di otak seseorang. Lintasan listrik di otak melompat nyerempet sinyal ke wilayah yang belum terjadi. Maka orang merasa sudah pernah mengalami atau melihat sesuatu. Padahal yang terjadi adalah : dia ”pernah” melihat, tetapi di masa depan. Selama ini ”pernah” hanya dikaitkan dengan masa lalu. Gejala déjà vu memperluas makna ”pernah” ke masa lalu dan juga masa depan.
Aneh? Tidak juga. Kita lihat dalam Surat Al Fath ayat 27 Allah membuka peristiwa ketika nantinya Rasulullah saw. memasuki Mekah dengan aman. Padahal, itu belum terjadi. Lalu Surat Ar-Ruum ayat 2-4 yang berisi tentang kemenangan Romawi atas Persia, padahal itu baru terjadi beberapa tahun kemudian. Itu contoh penyingkapan terhadap peristiwa yang belum terjadi bagi siapapun yang membaca Al Quran. Ternyata, selain kepada para nabi, kadang-kadang Allah memberi ”bocoran” masa depan kepada manusia biasa juga. Masa depan memang sudah ada saat ini. Hanya saja, kebanyakan manusia tidak bisa melihatnya. Kecuali mungkin sekilas déjà vu yang dialami segelintir orang tadi. Wa Allahu A’lam.
-Ir. H. Bambang Pranggono MBA IAI (dalam MaPI)-


Déjà vu sebenarnya berasal dari bahasa prancis yang artinya “sudah pernah melihat” maksudnya kita merasa sudah pernah melihat sesuatu yan baru kita lihat. Tapi, pengertian yang sempit itu kemudian dipatahkan dengan sebuah penelitian di majalah Brain&Recognition yang meyebutkan kalau ternyata orang tuna netra juga bisa mengalami déjà vu. Karena itu banyak orang mengenal déjà vu sebagai kejadian ketika kita tidak hanya melihat, tapi juga mengalami sesuatu yang baru yang rasanya sudah berlalu. Nama déjà vu juga keren, yaitu paramnesia yang dalam bahasa yunani artinya “sejajar dalam ingatan”.
Menurut Arthur Funkhouser, psikolog dari Swiss, ada tiga macam De Javu, yaitu:
1. 1. Deja vecu
Deja Vecu berarti sudah pernah mengalami sesuatu. Deja vecu adalah pengalaman de javu yang paling sering kita alami. Kita merasa sudah pernah mengalami hal ini sebelumnya atau kita pernah berada dalam situasi ini sebelumnya dan kita juga tahu apa yang terjadi berikutnya. Deja vecu biasanya terjadi dalam kegiatan sehari-hari atau aktivitas normal.
1. 2. Deja ooky
Deja ooky berarti sudah pernah mengalami sesuatu. Berbeda dengan Deja vecu, deja ooky dimulai dari sebuah perasaan yang sangat familiar yang kemudian meciptakan sebuah situasi yang juga sangat kita kenal.
1. 3. Deja visite
Deja visite berarti sudah pernah mengunjungi suatu tempat. Walaupun memang sedikit mirip dengan deja vecu, deja visite lebih menekankan pada situasi tempat dan suasananya.Misalnya, kita merasa pernah mengunjungi sebuah toko, padahal belum dan mungkin hanya kita lihat dalam mimpi atau sebuah gambar.
Tapi, apa yang meyebabkan kita mengalami déjà vu ? Banyak teori yang menjelaskan sebab-sebab terjadinya déjà vu. Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Susumu Tonegawa, seorang ahli saraf, kekurangan kita pada fungsi bagian kecil dari otak yang bertugas “mendata“ pembagian pengalaman baru dan pengalaman yang lama, yaitu Dentate Gyrus, adalah penyebab terjadinya déjà vu. Karena itu, otak bingung dan mendata pengalaman baru menjadi pengalaman lama. Jadi, kebanyakan penderita de javu adalah orang yang fungsi otaknya sudah melemah. Sedangkan para psikoanalis, memilki toeri lain. Déjà vu adalah perwujudan sebuah keinginan. Jadi, sebenarnya dalam pikiran kita, kita sudah lama membayangkan situasi atau sebuah tempat. Karenanya, kita merasa sudah pernah mengalami situasi tersebut. Hanya berbeda tempat kejadiannya. Chirs Moulin, peneliti déjà vu dari university of leeds, berpendapat bahwa déjà vu bukanlah sebuah delusi atau mimpi tapi penyakit ingatan. Seringkali, penderita déjà vu membuat ingatan palsu kalau mereka pernah menatap situasi yang sama.
Tak hanya itu, Menurut penelitian oleh morton leeds dari university of new york, déjà vu cenderung terjadi pada saat kondisi tubuh yang stress atau tidak fit. Karena pada saat inilah, otak kita juga lelah dan aktivitasnya terganggu. Selain itu déjà vu lebih sering terjadi dengan seberapa tinggi pendidikannya dan seberapa sering kita melakukan pergi ke tempat baru, suasana baru, maka kita akan lebih banyak menyimpan memori yang di otak kita.
Awalnya, déjà vu memang keren bisa merasa kembali dalam masa lalu, tapi bagaimana bila kecanduan mengalaminya? Dalam penelitian oleh Chris Maoulin, berberapa penderita déjà vu bahkan sampai tidak ingin pergi ke dokter ketika sakit, karena merasa sudah pernah kesana dan sudah tahu obatnya. Wah, parah sekali. Padahal ke dokter itu perlu bila membutuhkan. Para penderita déjà vu benar benar mengalami depresi berat. Sampai tidak mau menonton tv apa tidak berlebihan? Sayangnya masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penderita déjà vu.
Dan berikut ini 10 gejala aneh kekacauan pikiran manusia:
1. Deja vu
Deja vu adalah pengalaman tertentu akan sesuatu yang sedang berlangsung di mana anda sudah mengalaminya atau melihat situasi baru itu sebelumnya – anda merasa seolah-olah peristiwa telah terjadi atau sedang mengulanginya. Pengalaman itu biasanya disertai oleh perasaan yang kuat seperti sudah mengenal dan suatu perasaan berupa kengerian, asing, atau aneh. Pengalaman “yang sebelumnya” ini biasanya berhubungan dengan mimpi, tetapi kadang-kadang ada suatu perasaan pasti bahwa itu sudah terjadi di masa lalu.
2. Deja Vecu
Deja vecu (Dibaca deya vay-koo) adalah apa yang dialami banyak orang ketika mereka berpikir sedang mengalami deja vu. Deja vu adalah perasaan telah melihat sesuatu sebelumnya, sedangkan deja vecu adalah pengalaman setelah melihat suatu peristiwa sebelumnya, tapi hanya di dalam detil yang besar – seperti mengenali bau-bauan dan bunyi-bunyian. Hal ini juga biasanya disertai oleh suatu perasaan yang sangat kuat akan pengetahuan sesuatu yang akan datang kemudian. Pengalaman yang pernah terjadi – tidak hanya mengenal apa yang akan datang berikutnya – tetapi juga mampu mengatakan kepada orang di sekitar apa yang akan datang itu, dan biasanya itu adalah benar. Ini sangat aneh dan sensasi yang tidak bisa dijelaskan.
3. Deja Visite
Deja Visite adalah pengalaman yang hanya sedikit orang mengalaminya di mana melibatkan suatu pengetahuan gaib akan suatu tempat yang baru. Sebagai contoh, anda mungkin pernah mengetahui jalur jalan di suatu kota yang baru anda datangi atau pemandangannya meskipun tidak pernah ke sana sebelumnya, dan anda yakin mustahil mempunyai pengetahuan tentang itu. Kalau Deja Visite tentang hubungan-hubungan geografis dan ruang, selagi Deja Vecu adalah tentang kejadian-kejadian sementara waktu. Nathaniel Hawthorne menulis tentang sebuah pengalaman seperti ini di dalam bukunya “Our Old Home” di mana dia mengunjungi sebuah benteng yang sudah hancur dan mempunyai pengetahuan lengkap mengenai denah tata letaknya. Ia kemudiannya mampu melacak pengalaman itu dalam sebuah puisi karangan Alexander Pope yang dibacanya beberapa tahun kemudian. Puisi itu menggambarkan keadaan benteng itu dengan akurat persis seperti yang diketahuinya.
4. Deja Senti
Deja Senti adalah fenomena akan sesuatu yang pernah dirasakan. Hal ini eksklusif sebuah fenomena kejiwaan dan jarang menetap di dalam ingatan anda setelah itu. Di dalam kata-kata dari orang setelah mengalaminya adalah: “Apa yang menjadi perhatian adalah apa yang sudah diperhatikan sebelumnya, dan sungguh sudah dikenal, tetapi sudah dilupakan untuk sementara waktu, dan sekarang merasa puas seakan-akan hal itu telah diingat kembali. Kemampuan mengingat itu selalu dimulai dengan suara orang lain, atau oleh perkataan dari pikiranku sendiri, atau dengan apa yang kubaca dan perkataan jiwa. Aku pikir selama keadaan tidak normal aku berkata-kata secara umum beberapa kalimat sederhana seperti ‘Oh, ya. Aku mengerti’, ‘Tentu saja, aku ingat’, dan lain-lain, hanya satu atau dua menit kemudian aku dapat mengingat kembali semuanya, dengan tidak memerlukan kata-kata maupun pemikiran yang dinyatakan dengan lisan untuk menimbulkan ingatan. Aku hanya mendapatkan bahwa perasaan itu serupa dengan apa yang sudah kurasakan sebelumnya di dalam kondisi tidak normal seperti itu.”
Anda berpikir baru saja mengucapkannya, tetapi anda juga menyadari bahwa sesungguhnya tidak mengucapkan suatu kata pun.
5. Jamais Vu
Jamais vu (tidak pernah melihat) digambarkan sebagai sebuah situasi sudah pernah dikenal tapi tidak bisa mengenali. Hal itu sering dianggap sebagai kebalikan dari deja vu dan menimbulkan perasaan ngeri dan takut. Anda tidak mengenali sebuah situasi meskipun anda mengetahui secara rasional bahwa anda telah berada di dalam situasi itu sebelumnya. Secara umum dapat dijelaskan ketika seseorang beberapa saat tidak mengenali seseorang, kata, atau tempat yang sebetulnya sudah diketahuinya. Ini menjadikan orang percaya bahwa jamais vu merupakan sejenis gejala dari kelelahan otak.
6. Presque Vu
Presque vu sering diungkapkan dengan kata-kata, “serasa sudah di ujung lidah” – merupakan perasaan yang kuat bahwa anda akan mendapatkan petunjuk atau ilham akan apa yang terlupa, tapi tidak pernah datang. Istilah “presque vu” artinya “hampir melihat”. Sensasi presque vu dapat sangat mengacaukan perasaan dan pikiran, dan seringkali orang sudah tidur dibuatnya.
7. L’esprit de l’Escalier
L’esprit de l’escalier (lelucon di tangga rumah) adalah rasa untuk berpikir suatu komentar balasan yang cerdas ketika hal itu sudah terlambat untuk disampaikan. Ungkapan itu dapat digunakan untuk menguraikan tentang komentar balasan yang cepat terhadap penghinaan, atau setiap komentar pintar dan jenaka, walaupun kedatangannya sudah terlambat dan tidak berguna lagi diumpamakan kita berpikir ketika sudah berada di atas tangga meninggalkan suatu kejadian. Sebuah kata dari bahasa Jerman “treppenwitz” digunakan untuk maksud yang sama. Ungkapan yang terdekat di dalam bahasa Inggris untuk menguraikan situasi ini adalah “being wise after the event” atau menjadi bijaksana setelah kejadian. Peristiwa itu biasanya disertai oleh perasaan penyesalan karena tidak terpikirkan sebelumnya untuk memberikan komentar balasan yang cepat di saat diperlukan. Tapi mungkin lebih bijaksana kalau kita berpikir bahwa balasan itu mungkin bisa merunyamkan hubungan.
8. Capgras Delusion
Capgras delusion adalah fenomena di mana seseorang percaya bahwa sahabat karib atau keluarganya sudah berganti identitas seperti seorang penipu. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan kuno bahwa bayi-bayi telah dicuri dan digantikan oleh peri penculik anak dalam dongeng-dongeng di abad pertengahan, seperti juga khayalan modern mengenai makhluk asing atau alien yang mengambil alih tubuh dari orang-orang di bumi untuk dijadikan sekutu mereka. Khayalan ini ditemukan paling umum pada pasien berpenyakit jiwa, tetapi tidak menutup kemungkinan itu juga sudah mengacaukan pikiran anda.
9. Fregoli Delusion
Fregoli Delusion adalah fenomena otak yang jarang terjadi, di mana seseorang mempercayai bahwa orang-orang yang berbeda, sesungguhnya adalah orang yang sama yang sedang menyamar. Hal itu sering dihubungkan dengan paranoid dan kepercayaan bahwa orang yang menyamar itu sedang berusaha untuk menganiaya dirinya. Kondisi itu diberi nama seperti aktor Italia, Leopoldo Fregoli yang terkenal dengan kemampuannya untuk merubah diri secara cepat selama penampilannya aktingnya. Laporan pertama di 1927 dalam sebuah studi kasus pada seorang wanita berusia 27 tahun yang percaya dia sedang dianiaya oleh dua yang aktor yang sering dilihatnya di sebuah teater. Dia percaya kalau orang-orang ini “mengejarnya terus-menerus dengan berubah wujud seperti orang-orang yang dikenalnya”.
10. Prosopagnosia
Prosopagnosia adalah fenomena di mana seseorang tidak mampu mengenali wajah-wajah orang atau obyek yang seharusnya sudah dikenal. Orang-orang yang mengalami kekacauan ini biasanya mampu menggunakan perasaan lainnya untuk mengenali orang-orang, seperti bau parfum seseorang, bentuk atau gaya rambut, suara, atau bahkan gaya berjalan mereka. Suatu kasus yang klasik dari kekacauan ini dimuat dalam sebuah buku yang terbit tahun 1998 dan pernah ditampilkan dalam bentuk opera Michael Nyman berjudul “The man who mistook his wife for a hat” atau orang yang keliru akan istrinya karena topinya.