Senin, 07 November 2011

The Red Shoes


 
 RED SHOES
Mungkin banyak orang nggak mengetahui sebuah fairy tale berjudul The Red Shoes karya Hans Christian Andersen. Ceritanya sendiri tentang seorang gadis bernama Karen yang diadopsi oleh keluarga petani setelah kematian ibunya. Dia mempunyai sepasang sepatu berwarna merah yang selalu dia pakai. Dia merasa terlihat cantik dengan memakai sepatu dan mengubah sikapnya seperti ketika ibu angkatnya sakit, dia bukannya merawat melainkan menghadiri sebuah pesta serta memamerkan sepatunya. Ternyata sepatu merah itu dalah kutukan yang membuat Karen tidak bisa berhenti menari. Siang malam, berganti musim dia tidak bisa mengontol dirinya untuk menari bahkan untuk menghadiri pemakaman ibu angkatnya. Karen pun menyuruh seorang algojo untuk memotong kedua kakinya dan ternyata sepatu itu tetap menari dengan kaki Karen yang dipotong. Terdengar sangat mengerikan kisah sepatu merah dari Hans Christian Andersen ini.
Kisah tentang “sepatu merah” ini telah diadaptasi beberap kali dan salah satunya adalah sebuah film horror dari korea berjudul sama The Red Shoes yang ceritanya terinspirasi dari kisah Andersen ini. Kim Yong Gyun yang duduk sebagai sutradara tidak seratus persen mencontek kisah Andersen melainkan mengubahnya sedikit jalan cerita tapi tetap fokus terhadap “sepatu merah”. Nah bedanya, jika kisah Andersen membuat Karen tidak berhenti untuk menari sedangkan Kim Yong Gyun membuatnya menjadi “sepatu merah” dimana jika orang (terutama wanita) melihat sepatu ini merasa ingin memiliki sepatu ini apapun resikonya. Nah gw kemaren baru saja nonton film ini dan seperti apa ceritanya akan gw bahas setelah gw kasih tahu sedikit jalan ceritanya.
Sun Jae yang akhirnya mengetahui alasan kenapa suaminya berubah kelakuannya terhadap dia dan keluarganya akhirnya memutuskan untuk pindah bersama anak perempuannya Tae-Su ke sebuah apartemen tua. Suau hari, ketika Sun-Jae kembali ke rumah, si karakter utama ini nemuin sebuah sepatu berwarna pink (ingat Pink bukan Merah..catat) di stasiun kereta api. Si Tae-Su yang emang suka ngoleksi sepatu tentu saja nggak nyia-nyiain sepatu cantik seperti itu tergeletak begitu saja. Nah, saat si Sun-jae memakai sepatu pink itu,  dia merasa dirinya adalah orang paling cantik dan berpikir siapapun nggak boleh nyentuh nih sepatu bahkan anaknya sendiri pun nggak boleh nyentuh sepatu pink ini (ingat pink bukan merah).
Cerita pun berjalan dan Sun Jae mengetahui ada yang aneh dengan sepatu Pink ini. Ternyata orang yang merebut sepatu ini dari orang yang sudah memakainya akan mendapatkan sebuah kejadian mengerikan yaitu kematian tragis dengan kaki yang terpotong. Hal ini diketahui setelah sahabatnya Kim-Mii He ditemukan tewas sesaat setelah merebut sepatu Pink ini dari Tae-Su. Sun-Jae juga mendapatkan sebuah mimpi kalau anaknya juga akan mendapatkan kejadian yang sama dengan Kim-Mii Hee. Bersama  In-Cheol, seorang designer interior, Sun Jae pun mencari ada apa dengan Sepatu Pink terkutuk ini sebelum dirinya dan anaknya bernasib sama dengan Kim-Mii He, terbunuh dengan kaki terpenggal.
The Red Shoes sudah memikat gw dari awal film. Adegan awal yang berlatarbelakang sebuah stasiun kereta api sepi dimana seorang siswi sendirian menunggu temannya menemukan sebuah sepatu berwarna pink yang belanjut dengan perebutan sepatu pink yang mengakibatkan kematian temannya dengan kaki terpenggal. Sangat bloody dan gore yang langsung menanamkan sebuah pernyataan di otak gw kalau film ini akan menjadi sebuah film horror yang bagus.
Kim Yong Gyun cukup apik menyajikan sebuah horror bagus buat gw. Dengan nuansa yang rada suram di beberapa scene, dengan iringan lagu-lagu orchestra menambah kengerian suasana The Red Shoes. Cinematografi di filmnya memang banyak yang membosankan tapi untuk shoot sepatu merahnya itu gw suka. Shoot sepatu merah itu membuat sepatu merah terlihat megah dan terlihat memang sepatu itu layak diburu oleh siapa aja sekaligus menajamkan unsure creepy dalam sepatu itu.
Plotnya tidak teralalu bikin otak ini mengkerut buat mikir tidak seperti 29th Februari atau A Tale of Two Sister. Kilas balik mengenai sepatu merah itu atau momen-momen surealis dalam film ini yang biasanya dibuat membingungkan dalam film-film horror Korea, di film ini masih bisa dimengerti dan enak buat diikuti. Cuma sayangnya ada beberapa adegan yang menurut gw terlalu panjangnya dan sedikit buat gw berpikir “mana nih hantunya, kok lama amat” . Adegan drama percintaan antara Sun jae dengan Design Interior itu menurut gw sedikit nggak perlu. Heh, gw nggak butuh drama percintaan yang berbelit dalam film horror, yang gw Cuma butuhin itu hantu-hantu yang bikin gw menjerit lantang dan ketakutan setengah mati.  Yah, meski begitu ceritanya nggak bikin gw boring.
Untuk urusan acting pemainnya, gw justru nggak begitu sreg sama Hye-su Kim sebagai Sun-Jae. Emang sih si Hye-su Kim mampu menampilkan sosok ibu yang stress, depresif dan seketika beruba menjadi sosok wanita yang sombong, agak menyeramkan setelah memakai sepatu pink itu. Gw justru tertarik sama si kecil imut Yeon-ah Park sebagai anakanya Sun-Jae, Tae su ini. Begitu lucu sebelum memakai sepatu itu dan berubah menjadi sosok perempuan pra remaja yang menyeramkan. Gue suka terutama waktu adegan pergulatan antara dia dengan ibunya saat merebut sepatu itu. Total dah..hehehe
Dengan suasana, backsound mengerikan, dan kematian yang dibuat menarik oleh Kim Yong Gyun, The Red Shoes bagi gw adalah satu dari beberapa film horror Korea yang gw suka (tapi masih dipegang kuat sama A Tale of Two Sister). Cuma gw agak bingung sama warna sepatu dengan judulnya. DI judul The Red Shoes tapi sepatunya berwarna Pink, gw malah kepikiran kalau  sang sutradara nggak bisa bahasa inggris atau dia emang buta warna. Tapi setelah ditelaah, The Red Shoes itu menggambarkan sepatu yang terkutuk, banyak darah akan menodai sepatu itu saking terkutuknya. Tapi intinya, buat yang suka sama film-film horror Asia, The Red Shoes emang wajib ditonton…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar