RED SHOES
Mungkin banyak orang nggak mengetahui
sebuah fairy tale berjudul The Red Shoes karya Hans Christian Andersen.
Ceritanya sendiri tentang seorang gadis bernama Karen yang diadopsi oleh
keluarga petani setelah kematian ibunya. Dia mempunyai sepasang sepatu
berwarna merah yang selalu dia pakai. Dia merasa terlihat cantik dengan
memakai sepatu dan mengubah sikapnya seperti ketika ibu angkatnya sakit,
dia bukannya merawat melainkan menghadiri sebuah pesta serta memamerkan
sepatunya. Ternyata sepatu merah itu dalah kutukan yang membuat Karen
tidak bisa berhenti menari. Siang malam,
berganti musim dia tidak bisa mengontol dirinya untuk menari bahkan
untuk menghadiri pemakaman ibu angkatnya. Karen pun menyuruh seorang
algojo untuk memotong kedua kakinya dan ternyata sepatu itu tetap menari
dengan kaki Karen yang dipotong. Terdengar sangat mengerikan kisah
sepatu merah dari Hans Christian Andersen ini.
Kisah tentang “sepatu merah” ini telah
diadaptasi beberap kali dan salah satunya adalah sebuah film horror dari
korea berjudul sama The Red Shoes yang ceritanya terinspirasi dari
kisah Andersen ini. Kim Yong Gyun yang duduk sebagai sutradara tidak
seratus persen mencontek kisah Andersen melainkan mengubahnya sedikit
jalan cerita tapi tetap fokus terhadap “sepatu merah”. Nah bedanya, jika
kisah Andersen membuat Karen tidak berhenti untuk menari sedangkan Kim
Yong Gyun membuatnya menjadi “sepatu merah” dimana jika orang (terutama
wanita) melihat sepatu ini merasa ingin memiliki sepatu ini apapun
resikonya. Nah gw kemaren baru saja nonton film ini dan seperti apa
ceritanya akan gw bahas setelah gw kasih tahu sedikit jalan ceritanya.
Sun Jae yang akhirnya mengetahui alasan
kenapa suaminya berubah kelakuannya terhadap dia dan keluarganya
akhirnya memutuskan untuk pindah bersama anak perempuannya Tae-Su ke
sebuah apartemen tua. Suau hari, ketika Sun-Jae kembali ke rumah, si
karakter utama ini nemuin sebuah sepatu berwarna pink (ingat Pink bukan
Merah..catat) di stasiun kereta api. Si Tae-Su yang emang suka ngoleksi
sepatu tentu saja nggak nyia-nyiain sepatu cantik seperti itu tergeletak
begitu saja. Nah, saat si Sun-jae memakai sepatu pink itu, dia merasa
dirinya adalah orang paling cantik dan berpikir siapapun nggak boleh
nyentuh nih sepatu bahkan anaknya sendiri pun nggak boleh nyentuh sepatu
pink ini (ingat pink bukan merah).
Cerita pun berjalan dan Sun Jae
mengetahui ada yang aneh dengan sepatu Pink ini. Ternyata orang yang
merebut sepatu ini dari orang yang sudah memakainya akan mendapatkan
sebuah kejadian mengerikan yaitu kematian tragis dengan kaki yang
terpotong. Hal ini diketahui setelah sahabatnya Kim-Mii He ditemukan
tewas sesaat setelah merebut sepatu Pink ini dari Tae-Su. Sun-Jae juga
mendapatkan sebuah mimpi kalau anaknya juga akan mendapatkan kejadian
yang sama dengan Kim-Mii Hee. Bersama In-Cheol, seorang designer
interior, Sun Jae pun mencari ada apa dengan Sepatu Pink terkutuk ini
sebelum dirinya dan anaknya bernasib sama dengan Kim-Mii He, terbunuh
dengan kaki terpenggal.
The Red Shoes sudah memikat gw dari awal
film. Adegan awal yang berlatarbelakang sebuah stasiun kereta api sepi
dimana seorang siswi sendirian menunggu temannya menemukan sebuah sepatu
berwarna pink yang belanjut dengan perebutan sepatu pink yang
mengakibatkan kematian temannya dengan kaki terpenggal. Sangat bloody
dan gore yang langsung menanamkan sebuah pernyataan di otak gw kalau
film ini akan menjadi sebuah film horror yang bagus.
Kim Yong Gyun cukup apik menyajikan
sebuah horror bagus buat gw. Dengan nuansa yang rada suram di beberapa
scene, dengan iringan lagu-lagu orchestra menambah kengerian suasana The
Red Shoes. Cinematografi di filmnya memang banyak yang membosankan tapi
untuk shoot sepatu merahnya itu gw suka. Shoot sepatu merah itu membuat
sepatu merah terlihat megah dan terlihat memang sepatu itu layak diburu
oleh siapa aja sekaligus menajamkan unsure creepy dalam sepatu itu.
Plotnya tidak teralalu bikin otak ini mengkerut buat mikir tidak seperti 29th
Februari atau A Tale of Two Sister. Kilas balik mengenai sepatu merah
itu atau momen-momen surealis dalam film ini yang biasanya dibuat
membingungkan dalam film-film horror Korea, di film ini masih bisa
dimengerti dan enak buat diikuti. Cuma sayangnya ada beberapa adegan
yang menurut gw terlalu panjangnya dan sedikit buat gw berpikir “mana
nih hantunya, kok lama amat” . Adegan drama percintaan antara Sun jae
dengan Design Interior itu menurut gw sedikit nggak perlu. Heh, gw nggak
butuh drama percintaan yang berbelit dalam film horror, yang gw Cuma
butuhin itu hantu-hantu yang bikin gw menjerit lantang dan ketakutan
setengah mati. Yah, meski begitu ceritanya nggak bikin gw boring.
Untuk urusan acting pemainnya, gw justru nggak begitu sreg sama Hye-su Kim
sebagai Sun-Jae. Emang sih si Hye-su Kim mampu menampilkan sosok ibu
yang stress, depresif dan seketika beruba menjadi sosok wanita yang
sombong, agak menyeramkan setelah memakai sepatu pink itu. Gw justru
tertarik sama si kecil imut Yeon-ah Park sebagai anakanya Sun-Jae, Tae
su ini. Begitu lucu sebelum memakai sepatu itu dan berubah menjadi sosok
perempuan pra remaja yang menyeramkan. Gue suka terutama waktu adegan
pergulatan antara dia dengan ibunya saat merebut sepatu itu. Total
dah..hehehe
Dengan suasana, backsound mengerikan,
dan kematian yang dibuat menarik oleh Kim Yong Gyun, The Red Shoes bagi
gw adalah satu dari beberapa film horror Korea yang gw suka (tapi masih
dipegang kuat sama A Tale of Two Sister). Cuma gw agak bingung sama
warna sepatu dengan judulnya. DI judul The Red Shoes tapi sepatunya
berwarna Pink, gw malah kepikiran kalau sang sutradara nggak bisa
bahasa inggris atau dia emang buta warna. Tapi setelah ditelaah, The Red
Shoes itu menggambarkan sepatu yang terkutuk, banyak darah akan menodai
sepatu itu saking terkutuknya. Tapi intinya, buat yang suka sama
film-film horror Asia, The Red Shoes emang wajib ditonton…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar